footerwidget3

Mumia Abu Jamal | Berjuang Dari Blok Hukuman Mati

Aku berbicara dari blok kematian di Pennsylvania, sebuah neraka yang terang, mengkilap, dan mekanis. Tempat ini, kuil kegelapan tempat ketakutan bersemayam, adalah altar bagi ambisi politik. Di sini kematian adalah slogan dalam poster kampanye, batu loncatan menuju jabatan di pemerintah.

Selamat datang di neraka, neraka yang dibangun dan dipelihara oleh pemerintah dan diberkati hakim-hakim berjubah hitam. Neraka yang mengizinkanmu melihat orang-orang yang kau cintai, tetapi melarangmu menyentuh mereka.

Mumia Abu Jamal adalah seorang jurnalis terkemuka dan Presiden dari cabang Asosiasi Jurnalis Kulit Hitam di Philadelpia. Ia banyak mendapat pujian untuk karya-karyanya yang memenangi penghargaan di National Public Radio (NPR), Mutual Black Network (MBN), Nation Black Network (NBN), dan beberapa stasiun radio lain. Di Philadelpia juga ia dikenal dengan julukan “Suara dari mereka yang terbungkam”. Mumia menghuni blok kematian karena dituduh membunuh polisi kulit putih. Sebuah tuduhan yang tidak berdasar. Dari blok kematian Mumia Abu Jamal berjuang demi keadilan dan kebenaran.

Mumia lahir tanggal 24 April 1954 di Philadelpia. Saat berusia 14 tahun, Mumia terlibat protes dan kampanye calon Presiden George Wallace yang menyetujui pemisahan berdasarkan ras.

Mumia berkata: “Kekuatan kulit hitam, Ungowa, kekuatan kulit hitam”. Polisi-polisi yang mengenakan helm datang dan menyuruh kami pergi. Kami pergi dan kemudian diserang segerombolan orang kulit putih. Dua orang menarikku, yang satu menendang kepalaku sementara yang lain menendang selangkanganku. Saat mendongak, aku melihat celana dua warna berpelisir warna emas khas polisi Philly. Tanpa pikir, dan karena sudah terbiasa selama bertahun-tahun, aku berteriak, “Polisi, tolong!” Polisi melihat aku yang terbaring di tanah dan dihajar habis-habisan. Ia melangkah cepat menghampirku… dan menendang wajahku. Sejak saat itu, aku merasa berterima kasih pada polisi yang wajahnya tak sempat kulihat. Karena tendangannya, aku masuk ke Black Panther Party.

Pada usia 15 tahun Mumia turut serta dalam usaha mengubah nama SMA-nya menjadi SMA Malcolm X. Di tahun yang sama, FBI mulai mengarsip perjalanan hidupnya. Di musim gugur 1969 Mumia turut mendirikan dan menjadi letnan kementerian informasi di cabang Black Panther Party di Philadelpia. Sesudah itu, tepatnya selama musim panas 1970 Mumia bekerja di Oakland, California sebagai staf surat kabar milik BPP. Pada tahun yang sama, Mumia tampil dalam sebuah artikel di halaman depan Philadelpia Inquirer. FBI menambahkan namanya dalam Indeks Keamanan Nasional dan Indeks ADEX yang berisi daftar orang-orang yang harus dikumpulkan dan ditahan dalam situasi darurat nasional. Melihat hal tersebut, Mumia kembali ke Philadelpia tak lama setelah polisi California merazia ketiga kantor Panther Party di kota tersebut.

Selama kuliah di Goodard College, sebagai reporter radio Mumia aktif mengkritik Departemen Kepolisian Philadelpia. Lewat stasiun-stasiun FM lokal, maupun NBN, MBN, NPR, dan Radio Information Center for the Blind. Mumia juga mewawancarai tokoh-tokoh masyarakat seperti Julius Erving, Bob Marley, Alex Haley, dan para pejuang Puerto Rico. Mumia juga pernah menerima Major Armstrong Award untuk jurnalistik radio.

Gaya jurnalistik Mumia membuat suara-suara orang-orang biasa, termasuk para anggota organisasi MOVE, dapat disiarkan (diudarakan). Hal itu jelas membuat pejabat-pejabat masyarakat kebakaran jenggot. Pada tahun 8 Agustus 1978 Mumia melaporkan pengepungan markas MOVE.

Mumia berkata; “Lima ratus polisi bersenjata lengkap mengepung markas MOVE di Powelton Village untuk melaksanakan surat perintah pengusiran secara paksa. Terjadi tembak-menembak yang menewaskan seorang polisi. Polisi mengamuk dan memukuli semua anggota MOVE. Kemudian semua anggota MOVE di dalam rumah itu dijatuhi tuduhan pembunuhan, masing-masing dijatuhi hukumam seratus tahun di berbagai penjara di Pennsylvania.

Atas kejadian tersebut Mumia mengkritik habis-habisan kinerja Departemen Kepolisian Philadelpia dan Administrasi Rizzo. Konsekuensinya Mumia di cap sebagai seorang jurnalis yang “layak diwaspadai”.

Pada 8 Agustus 1978, Mumia menghadiri konferensi pers yang penuh kemarahan di balai Kota. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang diajukan Mumia, Walikota Frank Rizzo berkata: “Mereka percaya pada apa yang kau tulis, apa yang kau katakan. Dan itu harus dihentikan. Dan satu hari nanti, saat saya harap saya masih menjabat kau harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan apa yang kau lakukan.” Sebuah ancaman yang sangat memilukan dan mencederai asas kebebasan berpendapat. Akan tetapi, ancaman tersebut tak membuat Mumia takut.

Mumia berkata; Pada suatu masa, para politisi menjanjikan pekerjaan dan keuntungan bagi para pemilih, metode “makanan selalu ada” sebagai taktik agar dipilih. Cara ini ampuh untuk menjaring suara. Sekarang tidak lagi. Kini politisi tingkat terendah sampai presiden memastikan kemenangan dengan cara lain: Kematian. Janjikan kematian dank au akan menang dalam Pemilihan Umum. Di jamin pasti. “Memberikan suara untuk neraka” di “tanah kemerdekaan” yang berisi lebih dari sejuta narapidana adalah tiket menuju kemenangan.

Penolakannya atas versi Walikota Rizzo mengenai pengepungan pemerintah atas organisasi MOVE tahun 1978 di lingkungan Powelton Village, Philadelpia Barat menimbulkan kekesalan pemerintah Kota. Pada akhirnya pandangan tersebut sangat menyulitkannya sebagai penyiar. Untuk menghidupi anggota keluarganya yang terus bertambah, Mumia mulai bekerja sebagai supir taksi pada malam hari.

Selama musim panas 1981, Mumia meliput sidang federal John Africa, pendiri organisasi MOVE. John dijatuhi beberapa tuduhan persekongkolan dan kepemilikan senjata, tuduhan yang biasa dijatuhkan terhadap kalangan kulit hitam yang menentang pemerintah pada masa itu. John Africa berhasil membela diri dan dibebaskan dari semua tuduhan. Aksi heroik tersebut membuat Mumia sangat terkesan terhadap Johan Africa, sehingga ia makin dekat dengan organisasi MOVE. Pada tahun yang sama Majalah Philadelpia menjulukinya sebagai salah satu “orang yang layak diperhatikan” di Philadelpia.

Di pagi buta 9 Desember 1981 di Philadelpia, Mumia ditembak seorang petugas polisi ketika ia turun tangan dalam sebuah insiden di jalanan yang melibatkan saudara laki-laki Mumia, seorang pria, dan petugas polisi berkulit putih bernama Daniel Faulkner, ia mendapat luka kritis dan dipukuli polisi yang datang kemudian. Ia kemudian dijatuhi tuduhan pembunuhan atas tewasnya Daniel Faulkner dalam insiden tersebut berdasarkan klaim “bukti pengakuannya” ketika dirawat di rumah sakit. Setelah disidang di hadapan “hakim penggantung” Philadelpia yang ditakuti, Albert Sabo yang sangat terkenal menghukum mati lebih banyak dibanding hakim lain yang masih menjabat di Amerika. Tanggal 3 Juli 1982 ia dijatuhi vonis hukuman mati.

Persidangan Mumia tidak lain sekedar lelucon. Pengajuan Mumia untuk mendapatkan saksi ahli ditolak, jaksa yang ditunjuk khusus untuk mengadilinya juga tidak melakukan wawancara sama sekali atas seorang saksi sebelum memberikan kesaksian di pengadilan. Hak Mumia untuk mewakili dirinya sendiri di pengadilan juga ditolak. Yang lebih konyol lagi, Mumia tidak diperkenankan menghadiri persidangannya sendiri setelah Mumia memrotes persidangan yang tidak adil tersebut. Bukti-bukti penting ditahan oleh pihak polisi dan penuntut Mumia. Sebagai tambahan, saksi-saksi dipaksa untuk mengubah kesaksian mereka. Pihak penuntut (Negara) menggunakan haknya untuk mengubah susunan hakim dalam pengadilan Mumia atas dasar pertimbangan rasial. Mereka berpikir bahwa jika hakimnya adalah orang Afro-Amerika, maka akan cenderung berpihak pada Mumia.

Dakwaan yang paling tidak masuk akal atas Mumia berdasar pada pengakuan Mumia bahwa dia telah menembak perwira polisi Daniel Faulkner. Kenyataannya, setelah ditembak oleh si Faulkner itu, Mumia dipukuli oleh beberapa polisi yang datang selang waktu kemudian. Dua bulan kemudian, ketika Mumia memberitakan kasus kekerasan polisi, para polisi yang pada malam itu memukuli Mumia “tiba-tiba ingat” bahwa Mumia telah mengakui bahwa dia telah menembak si Faulkner. Dakwaan ini kemudian diterima oleh pengadilan, sekalipun para dokter yang bertugas di ruang gawat darurat pada malam terjadinya penembakan dan laporan polisi atas peristiwa penembakan tersebut sama sekali tidak menyebutkan bahwa Mumia mengakui dirinya sebagai penembak perwira polisi Daniel Faulkner.

Mumia dijadikan sasaran dengan motif-motif yang jelas-jelas berbau politik. FBI mulai mengumpulkan arsip setebal enam ratus halaman mengenai Mumia sejak ia masih seorang aktivis sekolah berusia lima belas tahun. Setelah itu ia bekerja sebagai bagian dari staf nasional di surat kabar Black Pather. Kemudian sebagai jurnalis radio, secara berkala ia mengekspos korupsi dan rasisme di kepolisian. Di tahap penjatuhan hukuman, Jaksa Penuntut Umum memanfaatkan kutipan-kutipan politis dari sebuah wawancara dengan Mumia sepuluh tahun silam ketika menjabat sebagai anggota Black Panther Party digunakan sebagai argumen untuk menyakinkan juri agar menyetujui eksekusi mati Mumia. Abu Jamal divonis begitu saja oleh tim juri yang hampir seluruhnya berkulit putih tanpa mengindahkan bukti forensik. Sungguh kejam, sebuah konspirasi tingkat tinggi yang dilakukan Negara untuk membungkam suara kritis rakyatnya. Agar tidak berteriak di tengah ketidakadilan, kemiskinan, dan kesengsaraan.

Sejak saat itu Mumia ditahan 23 jam sehari seorang diri di dalam sel blok hukuman mati LP Huntindon, Pennsylvania. Sel Mumia di unit kendali berisi sehelai kasur tipis dan lempeng baja sebagai tempat tidur, meja dan kursi logam mengkilap, dan wastafel merangkap Jamban. Ruang kecil serba tertutup ini bahkan tidak layak untuk anjing..

Mumia berkata: “Penjara adalah kumpulan amarah. Tempat di mana pulau-pulau kebencian dimaklumi dan melebur laksana partikel subatom yang mencari kebebasan psikis. Sebagaimana petuah Ketua Mao, sepercik api dapat menyulut kobaran besar.”

Ia dilarang menerima kunjungan keluarga disertai kontak fisik, dan ia memiliki cucu-cucu yang tidak pernah boleh disentuhnya. Para jurnalis juga tidak lagi diizinkan untuk merekam dan memotretnya.

Mumia berkata: “Putra-putraku masih bayi saat aku dijebloskan ke dalam neraka ini. Surat, kartu, atau telpon tidak akan menyembuhkan luka yang mereka derita selama bertahun-tahun perpisahan yang panjang dan sepi.

Dari tahun 1985-1991 Mumia dilarang menelpon, menonton televisi, atau mendengarkan radio. Semua itu karena Mumia menentang perintah Departement of Corrections (DOC) Pennsylvania sebuah bagian pemerintah lokal yang bertanggungjawab mengatur tindakan para pelanggar hukum untuk memotong rambut gimbalnya.

Pada 6 Maret 1989, permohonan naik banding Mumia kepada Mahkamah Agung Pennsylvania di ditolak, Mahkamah Agung Amerika Serikat juga menolak peninjauan kembali kasusnya. Anehnya, hanya empat dari tujuh hakim yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hakim ketua, satu-satunya hakim kulit hitam di pengadilan tersebut, mengundurkan diri tanpa memberi penjelasan.

Pada 1 Oktober 1990, petisi Mumia untuk meminta perintah pemeriksaan catatan pengadilan di tolak Mahkamah Agung AS. Dalam petisi untuk meminta sidang ulang, Mumia mengutip fakta bahwa MA telah menggabungkan kasus serupa dari Delaware, di mana asosiasi politik dimanfaatkan sebagai argumen untuk menjatuhkan hukuman mati. Dawson adalah anggota geng pendukung supremasi kulit putih di penjara. Dalam kasusnya, jaksa penuntut memanfaatkan keanggotaan tersebut untuk menjatuhkan hukuman mati, dan bahkan mengutip kasus Mumia di Pennsylvania sebagai preseden. Anehnya, MA menolak mendengar klaim Mumia, padahal hukuman mati Dowson dibatalkan.

Di tahun 1992 Leonard Weinglass menjadi pengacara utama Mumia. Ia mulai mempersiapkan mosi sidang baru berdasarkan Peraturan Keringanan Hukuman Pasca-Vonis di Pennsylvania.

Pada tahun 1994 National Public Radio menyewa Mumia untuk menyiarkan serangkain komentar-komentarnya mengenai kehidupan di penjara. NPR langsung mendapat peringatan keras dari Fratenal Order of Police (FOP), New York Timer, dan pemimpin mayoritas Senat, Robet Dole, tentang mengizinkan “seorang pembunuh polisi yang telah divonis” untuk mengudara. NPR membatalkannya saat komentar-komentar tersebut seharusnya mulai disiarkan.

Mumia berkata; “Sensor adalah alat yang digunakan untuk mempertahankan Status Qua dan “melindungi” masyarakat dari apa yang dianggap sebagai kenyataan soaial yang tidak menyenangkan. Dalam sebuah negara yang dikuasai kulit putih, sensor menciptakan sebuah norma abnormal, dan melenyapkan segala hal yang tidak sejalan. Dalam konteks ini, orang kulit hitam adalah orang bahagia dan manis yang tidak mengusik kulit putih. Mereka mengenakan kulit mereka yang hitam sebagai atribut yang memalukan, bukan tanda kebanggaan.

Sejak 13 Januari 1995, Mumia berada di blok hukuman mati di LP Waynesburg, Pennsylvania.Di sebuh penjara bernama SCI Greene, yang menampung sekitar 1600 narapidana. Penjara itu terdiri sebuah gedung satu lantai dengan banyak rentetan kamar tahanan yang terhubungkan dengan beberapa koridor panjang, dan dikelilingi dua pagar besar yang dilengkapi dengan kawat listrik. Kawat itu juga ditanam beberapa meter di bawah pagar, untuk mencegah narapidana yang mencoba kabur dengan cara menggali. Dan memang terbukti berhasil, tidak ada satupun narapidana yang berhasil melarikan diri.

Pada 3 Juni 1995, sehari setelah menerima surat perintah hukuman mati, Mumia mendapat peringatan karena melanggar peraturan. Mumia dituduh “terlibat secara aktif dalam usaha atau profesi” yakni sebagai seorang jurnalis.

Mumia berkata: “Negara sangat keberatan dengan tulisanku. Dan keberatan itu mereka tujukan dengan menghukumku selagi aku berada dalam keadaan terhukum terberat dalam sistem ini, Fase II. Hukuman tambahan semata-mata karena ku berani mengatakan dan menulis kebenaran.”

Pada 5 Juni 1995, pengacara Mumia Leonard Weinglass mengajukan petisi tentang Keringanan Hukuman Pasca-Vonis. Weinglass mengabari kantor gubernur menganai petisi yang sedang diajukan tersebut. Gubernur lalu bergegas menandatangani surat perintah hukuman mati di ujung hari kerja terakhir sebelum petisi diajukan. (Baru setelah kejadian-kejadian ini, pembela mengetahui apa yang menimpa surat-surat hokum yang menjadi hak Mumia. Surat-surat itu dibuka dan secara illegal disalin oleh pejabat penjara yang mengirim salinannya ke kantor Gubernur). Hakim yang memimpin sidang menunda eksekusi. Ia menyatakan bahwa para pengacara Mumia sengaja “menunggu bertahun-tahun” sampai surat perintah ditandatangani sebelum mengajukan petisi. Selagi sidang petisi diadakan bulan Juli dan Agustus 1995, waktu eksekusi Mumia tinggal sepuluh hati lagi. Penundaan akhirnya dikabulkan menyusul reaksi protes dunia internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada tahun yang sama buku karya Mumia Live From Death Row diterbitkan oleh Addison-Wesley. FOP berusaha melarang peredaran buku tersebut dan anggota-anggota badan legislatif menyerukan agar hasil penjualan buku tersebut disita. Tamu dan telpon dilarang atas Mumia sebagai hukuman karena menulis Live From Death Row. Kontradiktif praktis serupa di negara lain biasanya dikecam oleh Amerika sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia.

Di bulan Januari 1999 Rage Against the Machine dan tiga grup musik lain menyewa Continental Arena di East Rutherford, New Jersey untuk mengadakan konser amal untuk Mumia. Gubernur Christine Whiteman menyatakan penyesalan di depan public bahwa acara itu tidak dapat dilarang, secara legal. Ia menyerukan agar masyarakat membaikot petunjukan tersebut. Meskipun demikian, konser itu sukses dan tiketnya terjual habis. Sejak itu, FOP menyerukan baikot atas artis atau bisnis manapun yang menyatakan dukungan terhadap Mumia.

Mumia berkata: “Mereka tidak hanya menginginkan kematianku, mereka menginginkan agar aku diam”.

Pada 13 Oktober 1999 Gubernur Pennsylvania, Tom Ridge, menandatangani surat perintah hukuman mati Mumia. Surat perintah tersebut menetapkan tanggal eksekusinya, 2 Desember 1999 tanggal peringatan 140 tahun eksekusi John Brown.

Pada 15 Oktober 1999, para pengacara Mumia mengajukan permohonan habeas corpus di Pengadilan Distrik Federal untuk Pennsylvania Timur. Tetapi yang menyulitkannya adalah syarat dari Peraturan Hukuman Mati Efektif (1996). Pengadilan federal kini harus menyerahkan soal pencarian fakta kepada pengadilan Negara. Kasus ini diserahkan pada Hakim William H. Yohn, yang memutuskan menunda eksekusi tanggal 2 Desember tersebut. Permohonan naik banding Mumia seakan kembali ke zaman “hak-hak negara,” seoalah pergerakan hak-hak sipil tidak pernah terjadi. Masyarakat harus menuntut siding pembuktian federal penuh dalam kasus ini.

Pada musim semi tahun 2000, sejumlah organisasi besar berusaha mengajukan nasihat resmi untuk kasus ini, namun ditolak oleh Hakim Yohn. Yohn juga menolak petisi Mumia untuk menambahkan sebuah masalah terpisah dengan permohonan habeas corpus, yaitu penolakan pengadilan untuk mengizinkan Mumia didampingi penasihat non professional pilihannya sendiri di meja terdakwa.

Selama di penjara, Mumia telah menerima diploma GED, Juli 1992; gelar BA dari Goddard College, Januari 1996; doktor kehormatan di bidang Hukum dari New College of California, Mei 1996; paralegal dari Fakultas Hukum Blackstone; gelar dari bidang herbalisme dari Emerson College of Canada, dan gelar MA pada jurusan kemanusiaan dan sejarah pengutamaan kedua dalam Kesustraan Afrika-Amerika di Universitas Bagian California, Dominguez Hills, California, di musim gugur 1999.
Pada 29 April 2000 Mumia memberikan pidato kepada wisudawan Antioch, Mumia berkata: “Selamat kepada anda semua yang ada di sini hari ini. Kepada para mahasiswa yang telah lulus, kepada para dosen yang bangga pada para wisudawan. Kepada para penyelia yang gembira dengan keberhasilan para professor mereka. Kepada orang tua yang diam-diam berharap inilah awal kemandirian financial anak-anak mereka dan akhir dari semua tagihan anak. Selamat kepada anda semua di perguruan tinggi yang luar biasa ini – Antioch.

Dr. Nelson Mandela memimpin sebuah bangsa yang terbelenggu rantai dari apartheid menuju demokrasi politik multiras. Molcom X mengilhami Gerakan Nasionalis Kulit Hitam di tahun 60-an. Ella Baker adalah tokoh utama yang membantu SNCC (Komite Kordinasi Mahasiswa Tanpa Kekerasan) agar tetap bertahan. W.E.B. DuBois adalah salah seorang pendiri NAACP dan pemimpin Gerakan Pan Afrika.Sumbangan budaya dan politik Paul Robeson untuk bangsa-bangsa di seluruh dunia, hingga saat ini, sangatlah besar. Dan hasil karya Dr. Angela Y. Davis memajukan Gerakan Pembebasan Kulit Hitam dan Hak-hak Narapidana di tahun ’70-an.

Hidup mereka telah memperluas konsep tentang kebebasan di benak jutaan orang. Hingga kini pun mereka adalah individu-individu yang luar biasa. Mereka bekerja di dalam pergerakan-pergerakan yang sungguh-sungguh telah menggubah kesadaran dan cara kita memandang dunia. Hidup ereka mengajari kita semua apa artinya menghianati kelas sosial kita sendiri. Memberi sumbangan kepada pergerakan-pergerakan yang memiliki makna, dan bekerja atas nama kaum tertindas.
Sampai saat ini kasusnya masih terkatung-katung tanpa ada kejelasan nasib kapan Mumia akan dibebaskan. Mumia Abu Jamal adalah korban dari sistem rasis dari pemerintah Amerika Serikat yang selama ini mengklaim diri sebagai pemerintahan yang paling demokratis di seluruh Dunia. Mumia Abu Jamal adalah korban dari operasi hitam FBI yang selalu gagal mendapatkan catatan kriminal seorang tokoh politik yang menentang kepentingan Amerika Serikat.

Kasusnya terus menuai kontraversi tarik menarik antara dua kutup kepentingan. Mumia Abu Jamal adalah salah satu sosok yang menambah daftar panjang para pahlawan yang berusaha melawan ketidakadilan penguasa. Berkata kebenaran dari mulut yang selalu dibungkam, menulis kebenaran dari tangan yang diborgol, dan berkata lantang dibawah todongan senjata laras panjang.

Setiap pengamat mengistilahkan sidang di mana Mumia dijatuhi hukuman sebagai pemutarbalikan keadilan. Berbagai pihak mempertanyakan vonis terhadap Mumia atau secara terangan-terangan menentang eksekusinya diantaranya; Kongres Nasional Afrika, Amnesti Internasional, Maya Angelou, Ed Asner, Jualian Bond, Pendeta Dr. Joan Campbell, Anggota DPR, Johan Conyers, Jr. , Angela Davis, Ossie Davis, Anggota DPR, Ron Dellums, Jacques Derrida, E. L. Doctorow, Parlemen Eropa, Anggota DPR, Chaka Fatah, Mike Farrell, Henry Louis Gates, Stephen Jay Gould, Uskup Thomas Gumbleton, Perkawilan Negara Bagian Vincent Hughes, Parlemen Penulis Internasional, Pendeta Jesse Jackson, Coretta Scott King, Barbara Kingsolver, Jonathan Kozol, Anggota DPR, Cynthia McKinney, Danielle Mitterrand, Toni Morrison, Asosiasi Polisi Kulit Hitam, Koalisi Nasional Untuk Menghapus Hukuman Mati, Persatuan Pengacara Nasional, Helen Prejean, C.S.J., Anggota DPR, Charles Rangel, Salman Rushdie, Susan Sarandon, Pendeta al-Sharpton, Gloria Steinem, Wole Soyinka, Uskup Agung Desmond Tutu, Alice Walker, John Edgar Wideman, Elie Wiesel, dan Haword Zinn.

Source: dari berbagai sumber
Share on Google Plus

About EQ Valent

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar